Sang pengemis tak pernah mengira
dirinya akan kejatuhan rasa sebahagia ini. Sekarunia ini. Namun ia heran juga
sebab bukan karena tengah banyak rizki ia gembira. Bukan karena utangnya dapat
lunas. Bukan karena uang. Bukan karena uang.
Angsana di pinggir jalan juga
entah kenapa seperti sama ikut bahagia. Ia tak kenal si pengemis meski tiap
hari mengais rizki dibawah dirinya. Lewat bahasa yang serba tidak dimengerti
manusia, Angsana gembira memperoleh karunia cuaca yang amat elok. Lembayung dan
fajar seperti ingin saling temu kangen di tengah siang. Begitu halnya dengan
redup-redup bulan. Mereka berkumpul mengatapi langit dengan nyanyian yang
memuji-muji. Alangkah suci.
Lalu lewat seorang Ibu,
menelungkupkan selembar merah terlipat pada kaleng derma sang pengemis. Sambil
lalu, ia tersenyum. Entah kenapa sang Ibu merasa ada Pialang yang merombak isi
hatinya jadi ladang-ladang kurma, teduh di gersang padang tandus.
Ditengah rimbun dedaunan Angsana,
mata yang jeli akan dapat menyaksikan seekor anak burung yang entah kenapa ia pun
tak henti ceria di siang ini. Padahal pagi telah lalu. Padahal induknya belum
lagi pulang menghantar makan. Duhai andai manusia kuasa mengerti cericitannya,
ia ingin menyampaikan kabar yang didengarnya dari sang angin yang bercerita
tentang seekor burung yang pernah sangat berjasa bagi manusia. Leluhur yang baginya
satria sebab rela mengintai-intai Balqis dan sempat dimarahi Sulaiman.
Dan begitu pula ternyata yang
dialamai makhluk lain di sekitar mereka. Manusia, tetumbuhan, juga rerupa hewan
dari yang nampak sampai tak kasat mata, semua tengah bahagia dengan nasib
mereka di siang ini. Dan mereka sama-sama tak tahu apa alasannya. Namun tentu
ada yang mengetahui musabab apa yang menghendaki karunia besar ini menimpa makhluk-makhluk.
Mereka adalah para penghuni langit. Makhluk mulia Yang atas rahmat Tuhan dapat
mengetahui perihal kegembiraan ini.
Malam lalu langit dikejutkan
dengan sebuah cahaya yang melesat dari bumi. Cahaya itu menari-nari lincah
mengejutkan sekaligus menghibur para penghuni langit yang tengah sibuk dengan
tugas dari Tuhannya. Lama-kelamaan tontonan itu makin seru sebab sang cahaya
ternyata hendak merubuhkan sebuah tiang pancang yang kokoh di sebuah lapisan
langit. Cahaya itu bersikeras! Bersikeras!! Bersikeras!!!
Makhluk-makhluk langit itu pun
kian terpana. Sebab ternyata sang cahaya berhasil menundukkan tiang kokoh itu,
lantas ia bersemadi dengan alangkah khusyu mengganti tiang itu. Sejak malam
hingga siang ini cahaya itu kian memendar cantik di angkasa sana. Cahaya itu
dengan ajaib merambat di hampa angkasa. Menyentuh segala benda, mengetuk rasa
setiap makhluk. Itulah jawab atas kebahagian yang dirasa para makhluk di siang
ini.
Dan kini tetinggal lagi
pertanyaan, Cahaya apa pulakah itu? Yang betapa ajaib meluncur dari bumi,
memendar di langit, lalu kembali meresap ke bumi?
Cahaya itu adalah anda,
saudaraku.
Cahaya itu adalah anda yang mau
memaknai tulisan ini dengan hati. Yang mau bersama-sama meresapi segala macam
kandungannya dengan niat dan prasangka yang baik.
Cahaya itu bisa Saya, Anda, pun
siapa saja yang dengan tulisan ini bisa kian dekat dengan Sang Pencipta Hikmah.
Yang dengan kebaikan yang diterima dari tulisan ini mampu memunculkan tekad
kuat untuk menebar kebaikan seluasnya semampunya.
Percayalah, tekad kuat yang
termanifestasi dalam rangkaian tawakkal, do’a serta upaya kita akan punya kuasa
untuk mengubah Takdir yang telah Allah pancangkan di Lauh Mahfudzh sana. Dan
manifestasi dengan motif kebaikan inilah yang akan dengan ajaib, tumbuh tanpa
benih, dihati makhluk sekitar kita.
lanjutkan brader :)
BalasHapusSIaaaP! rencananya ini mmg prolog bos. Blm bisa ky tmn2 nh, blm bisa tekun nulisnya :P
Hapus