Senang

Lama sekali meninggalkan blogworld. Dulu masa keranjingan blog ketika masih bekerja di Bandung, menulis jadi obat penat yang murah meriah. Setelah sekian lama dan sekarang sudah punya buntut, rasanya kangen sekali menumpahkan segala macam ide yang datang dalam tulisan. Karena diakui atau tidak, menulis membuat ilmu-ilmu yang kita peroleh lewat beragam jalan ilmu jadi lebih permanen di memori dan memberi dorongan untuk lebih banyak berbuat baik. Yah, setidaknya begitu yang saya rasa :)

Kemarin,
dalam penutupan Pascasarjana Cup IPB 2014 di Auditorium Abdul Muis Nasution IPB, saya kebagian jatah membuat sebuah video. Dua hari sebelumnya, dengan niat bisa membuat video yang lebih ciamik, saya meng-upgrade movie maker dari live essentials ke versi terbaru. Walhasil, mungkin karena ada crash akibat ketidakcocokan spec sehingga sampai H-1 video belum juga bisa dibuat.

Namun karena masih ada Powerpoint dari office, saya pakailah itu. Biarpun leukleuk (istilah sunda untuk sesuatu yang detail dan merepotkan) menghabiskan semalaman untuk durasi 5 menit saja, tapi terbayar. Testimoni kawan-kawan sangat positif bagi video lima menit itu. Bahkan di tengah video berputar, tak sedikit yang bertepuk tangan. Tentu banyak kekurangan disana, namun yang penting adalah yang ingin saya sampaikan di balik itu semua.

Pada beberapa pelatihan kecil yang saya berikan pada beberapa kelompok kawan, ada satu hal yang cukup sering disampaikan. Yaitu bahwa di zaman dengan lompatan-lompatan teknologi yang berotasi begitu cepat, teknologi jadi memudahkan banyak urusan. Sehingga, bila ada kemauan untuk berkreasi sebenarnya mudah saja untuk membuat karya yang sesuai dengan ekspektasi.

Selama ini, ada salah sangka yang cukup mengganjal. Yaitu banyak sekali kawan yang mencap saya sebagai desainer grafis. 
Padahal, saya hanya suka. Suka pada hal-ihwal yang berkenaan dengan nuansa & seni grafis.  Baik itu seni grafis 2 dimensi, 3 dimensi, fotografi, lukisan, juga film. Karena suka, maka saya mulai menyentuh yang terdekat, yang paling memungkinkan untuk disentuh. Yaitu desain 2 dimensi melalui media (software) desain grafis yang paling mudah untuk dipelajari.

Maka sejak sekitar awal 2011, yaitu pertama kalinya memiliki laptop dari hasil menyisihkan beasiswa, Corel Draw menempati prioritas untuk bertengger di list software yang harus di-install
Sejak saat itu, secara otodidak saya mengakrabi software tersebut.
Ada sebuah prinsip sederhana yang pernah saya dapat dari seorang guru. Yaitu jika kita bersikap ahsan (baik) terhadap sesuatu, maka sesuatu itu pun (apa pun itu) akan memberikan feed back sama baiknya terhadap kita.
Maka terhadap kendaraan yang dulu saya miliki, saya selalu berupaya bahwa benda ini harus saya gunakan di jalan yang baik untuk kebaikan.
Begitu pun dengan studi. Saya yakin bahwa Allah memberi kesempatan studi ini untuk sebuah alasan. Maka saya berupaya mahasiswa seberkualitas yang saya bisa.

Nah begitu pun dengan Corel Draw tadi. Biarpun lambat sekali bisa menguasai sedikit dari fitur-fiturnya, namun manfaat yang saya rasa dari mencoba memelihara sikap ahsan biarpun hanya dengan software, itu terasa.

Lewat penguasaan yang sedikit itu, melaluinya saya sudah mendapatkan penghasilan sampingan yang biarpun tak banyak tapi cukup. Maka ketika ada permintaan-permintaan di kemudian hari yang berdatangan, saya berupaya profesional walaupun sebetulnya apa yang diminta masih diluar jangkauan kemampuan.

Namun itu jadi pemantik untuk berani berimprovisasi dalam mengelola tantangan. Maka jika ada permintaan yang masih diluar jangkauan kemampuan, saya cari software yang lebih praktis  yang mampu mendukung permintaan tersebut.
Sehingga, dari yang idealnya permintaan desain itu dibuat full dengan menggunakan software olah grafis murni berbasis vector semacam Corel Draw, Photoshop, Illustrator dsb, cukup sering saya mengakalinya dengan sofyware yang jauh lebih ringan dan mudah. Bahkan cukup sering saya hanya menggunakan powerpoint untuk kepentingan tersebut.

Nah, dari pengalaman-pengalaman itu ada satu hikmah yang ingin saya bagi.
Seorang guru SMA saya dulu pernah memberi pesan : "Kuasailah satu hal sederhana yang kamu senangi. Insyaallah, kelak itu pasti akan membawa manfaat untukmu."
Itulah kurang lebih intisarinya.
Sesuatu yang disenangi, yang kita ahsan dalam mengakrabinya pasti kelak akan jadi kawan perjalanan yang menyenangkan.

Sebagai ilustrasi, coba kita simpulkan sendiri 2 hal unik dari negeri sakura ini :


  1. Ramen di Jepang adalah bagian dari kultur yang tanpa itu, maka seperti kehilangan sesuatu dari cita rasa Jepang. Maka ujian resmi untuk jadi seorang chef ramen yang berlisensi, ada ujian khusus yang tak mudah karena ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Salah satu syarat unik yang ada dalam ujian tersebut adalah, sang koki tidak boleh marah atau menunjukkan emosi negatif saat memasak ramen. Unik sekali bukan? Sebab (katanya), ramen yang dihasilkan akan jadi semacam medium bagi kondisi psikologis yang tertransfer lewat proses memasaknya.
  2. Malu sebenarnya menceritakan yang ini, tapi tak apalah, hehe. Coba sesekali tilik kartun-kartun besutan Jepang terkini yang membawa tema Shounen, olahraga atau anime laki yang kental unsur pertarungan. Si karakter utama dalam film biasanya digambarkan dengan karakter kebanyakan orang yang :
  • merasa tidak memiliki bakat
  • memiliki fisik yang cenderung lemah
  • marjinal
Tapi ada satu kesamaan dari karakter-karakter tersebut. Mereka menyenangi/fokus pada sesuatu yang boleh jadi tak populer. Misalnya, dalam serial animasi Kuroko no Basuke, karakter utama dalam anime basket ini hanya bisa mengoper (passing). Atau dalam serial Yowamushi Pedal, karakter utamanya senang sekali menaiki sepeda ibu-ibu sambil mengambil jalan sepi yang menanjak ke sekolahnya. Lain dengan kebanyakan kawan sebayanya yang menggunakan sepeda sport (gear 10) atau menaiki kendaraan umum. 
Intinya adalah senang tadi. Atau seperti yang sudah saya utarakan, ahsan pada yang disenangi atau digemari. Sebab dengan itu, kelak kita akan dipertemukan dengan kesempatan yang akan menarik kita pada buah dari kesenangan tersebut.

Maka jika ada diantara kita yang saat ini merasa stuck pada yang sedang digeluti, ada baiknya kita mencoba berintrospeksi.
Boleh jadi, kita tidak senang. Yang berakibat pada hilangnya pudarnya obsesi (mimpi). Sehingga tak ada perencanaan yang jelas yang kemudian akan berakibat pada tidak teraturnya langkah yang ditempuh.
Ketidaksenangan memudarkan kecintaan dan membuat hati tidak peka untuk jujur (ahsan) dalam melakukan/menghadapi sesuatu. Sehingga tak jarang kita tenggelam dalam persepsi dan sugesti diri sendiri.

Nah, kesimpulannya mari tersenyum :)
Senangi yang kita lakukan, lakukan yang kita senangi.
Ikhlas, jadi kunci untuk bersikap ahsan.
Yang kelak, akan selalu jadi jet pendorong waktu roket mimpi kita oleng dan hilang tenaga.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Post

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...