Hampir setengah tahun membangun start-up sendiri. Rasanya memang masih sedikit aneh. Karena saat kuliah dulu rasanya saya tenggelam dalam semangat teman-teman yang lain menunjukkan semangat wirausahanya. Sebab sekarang kebanyakan mereka yang dulu unjuk semangat itu justru tengah asyik jadi karyawan. Ironisnya lagi, kebanyakan mengambil pilihan tersebut karena pragmatism. Ya, sedikit sekali yang menekuni apa yang mereka lakoni sekarang murni karena passion. Namun seiring berlarinya waktu, passion mereka dapat terasah di tempat masing-masing.
Nah kini saya pun mengalami sensasi tenggelam itu lagi. Bedanya, kali ini tenggelam dalam badai persaingan. Saat memulai usaha ini, modal awalnya hanya yakin. Yakin akan petuah seorang guru waktu beberapa tahun lalu mengatakan: "Dalami, seriusi apa yang kamu sukai, kelak rizki akan mengikuti."
Itulah kurang lebih yang tengah dilakukan saat ini. Kesukaan pada dunia grafis yang berasimilasi dengan minat pada dunia akademik bidang konservasi lingkungan ternyata membidani lahirnya hobi-usaha baru: slide desainer.
Idealnya para profesional yang menjadi CEO perusahaan besar yang bergerak dalam dunia desain slide adalah para pakar komunikasi visual. Namun dengan iklim Indonesia, saya melihat kesempatan baru. Yaitu bahwa pendekatan baru untuk menggeluti usaha ini juga bisa dilakukan melalui kacamata desainer grafis.
Secara umum, dalam bisnis desain grafis, kapasitas mendesain yang digunakan jarang sekali mencapai optimum. Rata-rata setidaknya hanya 40% skill desain yang digunakan, sisanya adalah marketing dan kemampuan untuk memberikan persuasi pada klien. Maka sebagai newbie saya pun berupaya percaya diri. Alhasil, sejak usaha ini dijalankan cukup banyak yang tertarik dengan jasa ini.
PowerPoint adalah platform terfavorit dalam dunia presentasi. Selain karena pengaruh basic OS-nya (Windows) yang hebat, fleksibilitas yang dimiliki powerpoint juga jadi senjata tersendiri yang mengundang banjir animo dari para presenter yang membutuhkan apikasi desain slide.
Fleksibilitas yang dimiliki PowerPoint bisa bercabang baik pada complexity maupun simplicity desain slide. Bagi yang awam keduanya sangat tergantung kesukaan dan kemampuan masing-masing dalam mengelola fitur-fitur dalam PowerPoint. Sedangkan bagi yang lebih expert keduanya akan sangat tergantung pada banyak hal seperti karakter audiens, kondisi ruang presentasi, durasi presentasi, konten presentasi, dan sebagainya.
Namun dengan fleksibilitas yang sedemikian hebat bagi para desainer grafis, ternyata fitur dan tools nan 'surga' ini membuat rumit dan malas bagi mereka yang awam. Yang dimaksud awam disini adalah mereka yang interaksi dengan PowerPoint cukup tinggi namun kemampuan penguasaan terhadap fitur-fiturnya hanya rata-rata.
Kondisi ini akhirnya menjadi salah satu potensi kompetisi usaha bagi para developer aplikasi yang lain. Bermunculanlah akhirnya software dan aplikasi lain dengan beragam platform seperti keynote (mac), prezi, videoscribe, sway, powtoon, google slides, canva, sliderocket, clearslide, dan sebagainya.
Mari bahas satu dari contoh tersebut, yaitu Prezi. Software ini mulai diminati sebagai alternatif media presentasi. Dari beberapa 'obrolan' yang bisa disimpulkan dari preferensi terhadap Prezi adalah karena itu bagus dan unik. Contoh slide yang diolah menggunakan Prezi dapat dilihat seperti dibawah ini: