Dengan
nama Allah Yang Maha Tak Terduga rencana rencanaNya..
Pagi
tadi entah kenapa saya ingat pada seorang alumni dari sebuah Fakultas. Saya
salut pada beliau yang selalu setia datang Tatsqif sampai bila diandaikan
karpet tempatnya duduk tiap pekan itu bisa berkata-kata, sang Karpet pasti
mempertanyakan kenapa sekarang ini tidak ada Hamba itu yang selalu duduk setia
disini?
Dan
seandainya pula saya dapat bicara pada karpet itu, akan saya beritahu bahwa
orang itu telah lulus, wahai karpet.
Lalu
kenapa hal se-Biasa itu jadi begitu menyenangkan untuk diingat-ingat?
Masalahnya adalah beliau ternyata jadi pembanding untuk kondisi yang saya lihat
sekarang ini.
---
Tingkat Empat.
Sibuk.
Semua sibuk.
Penelitian,
amanah-amanah organisasi, ngurus itu-ini, bla bla bla, banyak sekali. Semuaa
seakan tengah berlomba menjajak calon masa depan yang baik. Melengkapi diri
dengan banyak kualifikasi. Semua, demi masa depan yang baik, demi keadaan yang
menyamankan hati nantinya.
Tapi
demi Allah Yang Maha Keras azab-azabNya!!
Sungguh
semua kesibukan itu akan SAMA SEKALI PERCUMA manakala kita melupakan esensi
keberadaan kita di dunia ini, Sahabat.
Apakah
di yaumil mizan nanti yang pertama-tama akan Allah pertanyakan adalah:
“Apa
sequence DNAnya terlihat wahai hambaKu?”, atau
“Positifkah
korelasi antara dua variable yang telah kau teliti itu?”, atau
“Bagaimana
beasiswanya? Lancar?”, atau..
“Apa
dalam uji tantang ikannya merespon dengan baik?”, atau
“Bagaimana
UP, Seminar, Kolo, Sidang,….”, atau…
atau
atau lainnya?
---
Tentu
sahabat semua telah mengetahui dan paham, bahwa Shalat kitalah yang nanti,
pertama kali akan diminta pertanggung jawabannya.
Maka
saya heran, manakala mendapati seseorang, ia sibuk luar biasa, ia manusia
beramanah super, tapi batang hidungnya tak melewati ambang pintu masjid tiap
shubuh. Kalaupun ada, terlambatnya luar biasa. Lelet. bangunnya malas.
Langkahnya gontai.
Apa
itu jiwa seorang muslim?
---
Muslim
itu dalam hatinya menggelegak Semangat Jihad!!!
Sakitnya
adalah sehatnya orang munafik. Lemahnya adalah primanya orang munafik.
Sendirinya adalah Sepuluh kaum kuffar!!
Setiap
detik hidupnya adalah mujahadah untuk apapun. Ia bermujahadah manakala akan
tidur. Ia bermujahadah manakala sepertiga malam tiba. Ia bermujahadah manakala
shubuh menyapa. Ia bermujahadah dengan cuciannya. Ia bermujahadah dengan
kerapian kamarnya. Ia bermujahadah dengan bacaannya. Ia bermujahadah dengan
hafalannya. Ia bermujahadah dengan langkah kakinya. Ia bermujahadah dengan
diamnya. Ia bermujahadah dengan pembicaraannya. Ia bermujahadah dengan
mimpinya. Ia bermujahadah dengan lara dan sukanya. Ia…Bermujahadah dengan
Ibadah wajib dan Sunnahnya.
Maka
jika kemudian kita temui seorang muslim, sementara ia Sibuk menata ini itu,
mengerjakan ini itu, tapi ternyata peningkatan amal yauminya tak relevan dengan
semua kesibukannya,
saya
tekankan, bahwa bila dengan semua ‘pekerjaan’ itu ia bermimpi untuk sebuah
pencapaian gemilang sementara ibadahnya memble, maka disaat yang sama dengan
semua ‘pekerjaan’nya itu, sebetulnya ia tengah membangun pondasi kegagalan
sedari awal.
Alaa, ingatlah!
Wa inna fil jasadi mudghah. Sesungguhnya di dalam tubuh ini terdapat segumpal
daging.
Idzaa shalahat, shalahal jasadu
kulluhu. Jika segumpal daging itu baik, maka baiklah seluruh
tubuh.
Wa idzaa fasadat, fasadal jasadu
kulluhu. Jika ia buruk, maka buruklah seluruh tubuh.
Alaa, Ketahuilah..
wa Hiyal Qalbu. Bahwa segumpal
daging itu, adalah HATI.
Ya,
begitulah. Lalu apa yang akan membuat hati itu jadi senantiasa baik?
Tengoklah
shalat kita, bila ia baik maka hati kita baik. Jika ia lebih baik, maka hati
pun demikian. Jika shalatnya Prima (datang sebelum adzan, menunggu adzan,
rawatib ditunai, berjamaah, datang awal pulang akhir) maka hati pun Sumringah
luar biasa.
Lalu
tengoklah pula Mushaf. Tanya, “Apa Kabar?”, bila mushafnya belum menyimpul
senyum, ambil ia, baca 1 juz saja darinya di setiap harinya.
Lalu
dhuha, bagaimana rutinitasnya? Sedang Rasul yang mulia tak pernah sekalipun
seumur hidupnya meninggalkan shalat dhuha.
Lalu
perut? Mungkin ia ingin rehat tiap minggunya, maka shaumlah..
Dan
perbaikilah Hati kita lagi dengan memperbaiki ibadah-ibadah lain, SEKEMAMPUAN
kita.
Ingat,
bahwa Indikator utama keberhasilan proses tarbiyah kita, ternyata adalah
peningkatan kualitas dan kuantitas Amal Yaumi kita. Kalo masih memble, liqo
ngapain aja donk?
Sahabat,
Saya sampaikan kabar gembira bahwa Allah telah menentukan kebaikan diujung
ikhtiar setiap muslim. Tapi, Kebaikan Yang Telah Ditentukan itu akan sukar
terlihat, manakala Hati Cacat akibat ibadah Rusak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar