Perapian



Tetangga-tetangga di kampung sini bergirang tandang kemari bila pagi. Tahu? mereka cuma ingin saling berdekatan dekat perapian. Hangaaat bukan main kata mereka.

Anakku senang saja melihat kelakuan mereka. Lucu-lucu katanya. Dan istriku setia akan membuatkan mereka dua minuman yang disimpan dalam tempayan yang agak besar-besar. Yang satu bandrek hangt ditabur parutan kelapa. Satu lagi teh melati yang sungguh wangi. Semuanya disedia serba panas. Sebab mereka sangat rindu yang namanya hangat.

Perapian sederhana ini hanya ada di rumah kami. Penduduk lain, mereka sebenarnya bukan telah lupa bagaimana merangkai ruang sederhana untuk dijejali potongan kayu berbara. Tapi, katanya inipun, mereka terlalu sibuk di luaran rumah sepanjang haru sepanjang hayat. Mengurusi ini itu tentunya. Sehingga, remeh temeh macam ilmu tungku luput dari perhatian.

---

Perapian inipun sederhana sebetulnya. Bangunannya tentu tak makan tempat. Yang lebih unik lagi, ini tungku kami rangkai di hati keluarga kami. Yang hangat dari baranya sampai pada tetangga-tetangga karena mengesiap ramah dari lisan dan perilaku keluarga kami. Tungku itu, adalah akhlak. Sesederhana itu.
Bertahun-tahun kami belajar menyusun tungku ini. Bertahun-tahun pula kami sadar mereka-mereka ini hanya butuh yang sederhana. Bahasa mereka adalah yang serba terlihat. Uang, makanan, juga perilaku. Bertahun-tahun lagi kami bergaul dengan bahasa-bahasa itu sebelum akhirnya mereka mulai mengerti bahasa baru: Bahasa Ilmu.

Yang satu ini tak nampak. Namun mereka mulai sadar, "Kami butuh itu Ustadz", katanya. Seperti itulah rupanya kehangatan antara kami jalin-menjalin. Mengakar di teras-teras rumah, memecah satu kebekuan yang lama ingin dilelehkan: kecintaan yang berlebih pada diri dan dunia.

Akhirnya saling bersusulan antara mereka mulai belajar menata ruang kecil itu. Dibuatnya lubang dangkal, ditemboki dengan cerobong yang beragam. Mereka 'rela' mencari kayu ke hutan dan kebun-kebun mencari pohon terbengkalai. Padahal bisa saja di waktu yang sama mereka, (seperti biasa) memanen uang. Namun kerinduan pada perapian membuat kerelaan mereka lebih besar untuk bergemerusuk gembira menata ranting-ranting kering...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Post

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...