Sederhana dan Dewasa

Semakin tinggi pohon, pucuknya akan memiliki daya pandang yang luas. Angin tentulah makin besar. Tapi itu justru yang membuat ia lebih memiliki motivasi untuk bertahan. Dan akan semakin kompleks perasaan yang akan bergelut di dirinya kala ia adalah pohon tinggi yang bercabang banyak dan berdaun lebat. Kala angin tiba, mestilah ia rela untuk beberapa ranting, dahan dan dedaunannya ada yang patah dan beterbangan.


Bukankah seperti itu ukuran kedewasaan kita sahabat sekalian? Makin kedewasaan itu berkembang pada diri, seiring itu kebijaksanaan akan menyemai dengan sendirinya. Dan dari apa yang saya banyak perhatikan dari para ustadz dan orang-orang bijak, buah atas kompleksitas masalah yang berdatangan adalah sikap sederhana. Ya, kesederhanaan.

Lebih banyak mencermati, mendengar, diam, mengangguk, tersenyum, berpikir keras kala sendiri, bangun kala yang lain tidur. Begitu perilaku yang saya pelajari dari mereka yang benar-benar dewasa dalam bersikap. Namun kadang lucu juga kala melihat kawan-kawan atau bahkan saya sendiri, begitu reaktif, apriori, tak pandai mengandangi jalan akal yang meliar dan nafsu-nafsu yang memanas. Sangat menunjukkan kepolosan dalam bertindak.

Namun tentu sahabat sekalian, hidup kita ini adalah serangkaian proses pembelajaran (Tarbiyah) dari Allah azza wa jalla. Allah timpakan dan timpakan beragam peristiwa, agar diantaranya ada cuatan hikmah yang bisa kita ambil dan simpan bagai harta berharga, bukan barang temuan yang lantas akan terlupa. Semakin di ruang jiwa kita menumpuk harta-harta hikmah, semakin berharga jiwa kita untuk dijamah. Sehingga kita akan banyak berhati-hati, masif dalam bertindak, dalam ketika berpikir, dan sederhana dalam berbuat.
--

Merasa dewasa, adalah godaan tersendiri bagi orang-orang yang merasa lebih ‘besar’. Yang merasa lebih matang usia, yang berbobot jasa, yang piawai banyak hal, yang beragam prestasinya, dan yang lain-lainnya. Kedewasaan jadi punya sisi rumit sendiri disini. Sebab iannya jadi reflektif. Orang-orang menjadikan ia sebagai cermin ideal. Ini gawat. Potensi bahayanya besar. Salah sikap, laku dan ucap, maka akan jadi kerikil yang melesat-retakkan cermin itu. Cermin itu bisa pecah. Orang-orang hilang kepercayaan.

Sebab itu betullah apa yang diungkapkan sang maestro dakwah Muhammad Abduh, Al Islaam mahjuubun bil muslimiin. Keagungan islam tertutup oleh sikap kaum muslim itu sendiri.


2 komentar:

Related Post

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...