Taman Cerita



“Makasih ya, jangan nyesel lho ya udah dengerin”
“gak masalah, insyaAllah”
“Kapan-kapan boleh ya klo ada yang pengen di obrolin lagi”
“oK”
daaah…

Lagi. Hari ini.
Seorang kawan ingin bertemu dan rupanya ia bercerita banyak. Katanya,  Ia mulai merasa tak nyaman berumah tangga. Heeeh… lajang yang dicurhati perkara demikian tentunya akan bingung, begitupun denganku. Namun sepanjang mereka yang bercerita memiliki kepercayaan padaku, akan kusimak, ku telisik dan kadang ku beri saran sekadar ilmu yang dimiliki agar mereka tenang hati.

Begitulah… cukup sering mereka datang ke tempat ini, taman sejuk di pinggir kompleks rumah. Di bangku kayu dengan kolam kecil di depannya, aku biasa duduk. Sore hari bersama matahari yang mulai menguap minta rehat juga cericit anak-anak cukup menenangkan dan menyenangkan.

Setahun lalu tempat ini hanya sepetak tanah terbengkalai tempat mampir sampah-sampah atau supir taksi yang numpang kencing. Setahun lalu aku hanya pendatang baru yang langsung jatuh hati disini. Maka kuubah. Biar perlahan dan cicil-menyicil dalam menambah ornamen ini itu, hasilnya memuaskan.

Ada pemerhati PAUD yang ikut serta membangun demi anak asuhnya. Ada sutradara, penulis dan seniman yang beri saran juga uang demi inspirasi mereka. Ada ‘abid demi tafakkurnya, dan perlahan mulai banyak yang ikut tertarik membangun dan memeliharanya.

Aku punya singgasana sendiri disini. Ya, bangku panjang tadi itu kawan. Selaiknya taman ini, bangku itu pun keberadaannya kuupayakan dengan cinta dan kesungguhan. Tak ada orang yang kunanti disini setiap sore. Jarang juga aku melakukan sesuatu yang khusus disini.Yang jelas, hanya disinilah merasa ada jarak terdekat dengan perjalanan cintaku padaNya.

Lalu entah sejak kapan, entah siapa yang memulai dan bagaimana. Mulai banyak orang yang sering ikut bersamaku disini. Mereka bercerita banyak. Ibu-ibu teman belanja, Bapak-bapak rekan berjamaah, anak-anak sekolah, adik-adik SMA, pedagang seberang kompleks, juga supir taksi yang tadinya sering kencing itu, dan lainnya.

Jelas aku risih, rikuh mendengar ini itu.

Pernah ada yang menyampaikan rasa sukanya pada seseorang, kudengar.
Ada kawan yang curhat masalah rumah tangga, kusimak.
Ada kakek yang galau menghadapai masa pensiun. Ku coba pahami.
Ibu-ibu yang mengeluhkan bengalnya anak, aku belajar empati.
Pedagang yang mula-mula bercerita lalu mengajak rekanan, kupertimbangkan.
Penipu yang ingin bertobat, pernah juga dia melakukan pengakuan dosanya didepanku.
Bahkan beberapa Gadis yang membuat hatiku tergelincir juga sempat cerita banyak hal.

Yah, begitulah. Mereka bercerita, dan aku mematut-matutkan diri dengan baik sebagai hamba Tuhan yang Ia Maha Mendengar Maha Bersabar. Kadang aku malah kisut dengan emosi pada mereka. Marah, benci, suka, dendam, cinta , gembira, duka, bahkan galau. Dan kan selalu kuingat kalimat bidadari kecilku. Katanya,

“Kakak boleh melayani mereka semua. Jadilah ustadz bagi mereka yang perlu ilmu, orang tua bagi mereka yang butuh bimbingan, Syaikh bagi yang rindu manisnya spiritualisme, Kakak bagi adik yang butuh sandaran.”

“Tapi kakak jangan sampai melibatkan perasaan hingga keliru berperan. Jangan jadi kekasih bagi yang didera rindu, santri bagi yang haus ilmu, orang hilang bagi yang butuh jalan. Jadilah manunggal sebagai Penyeru. Tepiskan perasaan yang lain”


11 komentar:

  1. like this ustad,, :)

    BalasHapus
  2. hamdulillah, btw kapan nih kita kumpul lagi Zal?

    BalasHapus
  3. kapan atuh mau ngumpul teh,,??

    BalasHapus
  4. hmm.. yg ud pd sibuk bgt siapa coba? :D
    nobar aja yuk Zal, pd d Bdg kan?
    byk film bagus di bioskop

    BalasHapus
  5. "...jangan keliru berperan.." hmm.. saya suka kalimat itu... ^_^

    BalasHapus
  6. "....jangan sampai melibatkan perasaan hingga keliru berperan..."
    Hmm... saya suka frasa ini... kena banget... ^_^

    BalasHapus
  7. kurang foto ny ron.pgn liat taman ceria nya

    BalasHapus

Related Post

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...