Cerpen Ilyas

Ia bingung. Benar-benar bingung sampai rasanya seperti sesak. Dia merasa kehilangan sesuatu. Apa sesungguhnya yang lenyap itu?

Sebulan ia melakukan segalanya hanya karena merasa itu harus dilakukan. Ya, aktivitas sehari-harinya. Meski lelaki muda, ia jauh dari malas. Di kompleks kontrakan itu, hanya Rumahnya yang paling cepat terang dan pecah sunyi. Bangun, mengimami shalat shubuh, bekerja, bekerja, bekerja. Ia lakukan semua dengan normal.

Namun entah kapan ia sadar. Ada ruh yang lari dari aktivitasnya. Kebingungan itu mendera hatinya. Senyum, ramah, sungguh-sungguh bekerja seperti biasa. Sendirian, ia tanggung dera aneh itu. Sebelum akhirnya ia sadar butuh untuk meluapkan ‘kekacauan’ dirinya, seseorang Nampak melambai-lambai dari kejauhan.


Di hadapannya kini berdiri seorang wanita muda. Ceria sekali wajahnya. Senyum, senyum, wajahnya terisi senyum. “Senyum yang cantik. Masih seperti dulu”, ujarnya dalam hati. Senyum yang selalu ia tatap lekat dulu. Senyum yang menerbangkan hatinya. Senyum yang ia untit di sekolah. Senyum yang…

“Yas? Ilyas?? ...”, ia jujur tergeragap. Sadar dari lamun sesaatnya. Mencoba ‘normal’ kembali.
“Vir? na? a..apa kabar?”
“Aku baik Yas. Selalu baik. Kamu?”
“alhamdulillah”

Suasana diam. Tak ada yang saling mulai bicara kembali. Masing-masing masih menerka kondisi apa sebenarnya yang hadir disini? Apa ini kebetulan? Mengingat mereka telah saling tak bertemu 7 tahun ini, juga terpisah jarak yang jauh. Atau ini takdir yang mereka terima sebagai belas karunia Tuhan? Bertemu sosok yang saling dikagumi satu sama lain?
Jawabnya tak ada pada mereka berdua. Nifa lah yang tahu makna pertemuan itu. Hanifa, gadis muda imut itu tahu semuanya. Ia senyum gembira di seberang, tersamar antara kerumunan. Ia senyum, melihat di seberang lain, dua sosok yang menurutnya sudah waktunya untuk saling menjawab perasaan mereka masing-masing itu bertemu di atmosfer malu.

--

Dua tahun yang lalu.

Seminggu itu Nifa bekerja keras mencari alamatnya. Perempuan yang namanya baru ia dapat di catatan-catatan kakaknya. Nama yang tersembunyi. Selalu tersebar rapi dalam berbagai sosok dan kalimat di tulisan-tulisan kakaknya. Nifa tak punya banyak waktu. Ia tahu kakaknya sungguh mencintai sosok itu. Sosok tak bernama, yang entah dimana. Nifa hanya yakin perempuan itu ada. Perempuan yang bayangnya selalu kuasa membuat kakaknya tersenyum.

Nifa merasa bodoh. Benar-benar bodoh. Selama ini ia hanya menikmati cerpen-cerpen kakaknya. Sekedar menikmati manisnya kisah disana. Tak sadar ada begitu banyak tanda tersembunyi disana. Ia lupa, kakaknya yang gandrung dengan Dan Brown dan kisah-kisah konspiratif itu menguasai kriptologi. Meski ilmu yang dikuasainya sederhana saja, itu betul-betul memusingkan. Sebuah kata dienkripsi jadi kalimat-kalimat baru yang sama sekali tak menunjukkan kejanggalan apapun. Kata itu bisa dienkripsi jadu judul, atau kalimat tertentu yang diulang-ulang.

Nifa menyeleksi ratusan lembar kertas berisi cerpen-cerpen sang kakak. Lalu menginventarisir beberapa judul yang berisi beberapa kalimat dengan tanda tertentu. Tanda yang hanya sang Kakak dan Nifa ketahui. Setelah berkutat sangat lama, ternyata nama itulah yang muncul.

Empat bulan, semenjak Ilyas bercerita bahwa ia akan menikah, Nifa memulai aksinya ini. Ia telak kalah bila beradu kecerdasan dengan Ilyas. Maka wajar bila ia membutuhkan 4 bulan hanya untuk mengenkripsi puluhan-ratusan kalimat jadi satu nama.
Virna.

Nama itu sungguh melegakan Nifa. Ini dia Perempuan itu, yang Nifa dapat setelah ratusan kali surfing di beberapa akun jejaring sosial milik kakaknya. Pun tersembunyi, di grup milis. Memang banyak nama disitu. Namun hanya ada satu nama yang banyak pesannya tak digubris Ilyas. Dialah Virna. Wanita muda yang bagi Nifa sungguh menarik. Nifa paham bagaimana kakaknya menjaga diri selama ini. Bila ia berinteraksi dengan perempuan, berarti ia mampu mengendalikan diri dan perasaannya pada mereka. Namun bila tak menggubris? Disitulah celah keberuntungan Nifa. Banyak pesan Virna di akun sang kakak. Nyaris tak ada satupun yang ditanggapi dengan spesial.

Namun waktu sungguh membuat dada Nifa sesak. Ilyas adalah kakak yang terbuka dalam apapun kecuali tentang cintanya. Ilyas memberitahu bahwa seminggu lagi insyaAllah nama sang calon kakak Ipar akan disampaikan oleh ustadznya. Ini sungguh membuat perasaan Nifa kian kalut.

“Kakak hanya ingin Nifa bahagia, senyum. Jadi, jangan gusar meminta apapun pada kakak. Jangan anggap itu pertolongan, karena itu keharusan kakak. Kamu itu amanah kakak juga dik.” Demi itu! Demi membayar bakti ucap kakaknya itulah yang mendorong Nifa melakukan ‘penyelidikan’ ini. Ilyas adalah kakak tersayangnya seluruh dunia. Kakak yang banyak mengubah dan menegakkannya. Lelaki sendu yang banyak dihardiknya dulu. Ustadz yang mengajarinya berjilbab dan mengaji.

Nifa tahu persis bagaimana Ilyas menghargai dan mendudukkan perasaan. Ilyas akan jadi orang bersalah dalam perselisihan demi keakraban yang terjaga. Ilyas tak tegas dalam berburu cinta. Maka ia akan setia menyimpan Cinta meski ada lelaki lain yang membayangi rasa sayangnya. Dan dalam ketaatannya, Ilyas akan bersedia menikah dengan siapapun yang memang menurut Ustadznya pantas.

Virna bagi Nifa adalah hadiah besarnya buat Ilyas. Pembalas budinya yang berupa hutang cinta bagi Nifa.  “Ustadz tak tahu apa-apa tentang perasaan kakak.”, begitu hati Nifa berontak.
---

Virna sangat rindu pada kakaknya. Begitu simpul Nifa. Buktinya, amat banyak pesan di akun Ilyas yang masuk. Juga ketika Nifa beberapa kali ‘menginterogasi’ beberapa teman sekolah Virna dalam pemburuan alamat Virna. Bahwa memang benar  ternyata Virna amat mencintai Ilyas. Virna memang tak seideal  yang Nifa bayangkan. Kerudungnya tak sehebat Nifa, bahkan sempat pacaran segala. Namun Nifa malas mengusut-ngusut itu. Yang jelas, ada sesuatu pada Virna yang mengisi kekurangan Ilyas. Dan Nifa juga merasakan itu.

Namun sayang, bahkan hingga dua hari menjelang akan bertemu dengan nama calon iparnya, Nifa tak kunjung menemukan alamat Virna. Gadis itu seperti benar-benar hilang dari kota ini. Ia sempat bekerja di beberapa tempat, mungkin sekarang diluar kota ini. Nifa lagi-lagi menerka. Pikiran Nifa makin kacau. Ia sudah menimbun rencana untuk segera memboyong Virna bertemu kakaknya sebelum pengumuman itu. Namun ia sendiri tak tahu, Virna apakah sudah menikah, apakah masih ada di kota ini, negeri ini? Dan yang terburuk.. apakah masih hidup? Arrgggh…kemungkinan-kemungkinan itu berputar dan membuat Nifa jengah.

---
Sebulan Kemudian.

[bersambung..]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Post

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...