03.08
Ouwhh, ya
Rabb. Adakah cara yang lebih baik untuk membangunkan hambaMu malam ini selain
dengan…
Sakit perut?
Tapi baiklah.
Hamba mengerti. Kesalahan ada pada manusia dan mekanisme hidup yang dipilihnya.
Mungkin gara-gara makan kemarin. Yaa, mungkin itulah penyebabnya.
03.45
Shalat
beberapa raka’at.
04.25
Suara parau
yang tidak asing. Pak tua yang setia dengan sentuhan malam dan sound system yang payah. Bunyinya gresek-gresek, adzannya cepet-cepet.
Shubuh
ditunaikan.
Beberapa
pemuda kesiangan.
04.55
Membayar
hutang. Seharian kemarin mati listrik jadi kawan akrab, jatah tilawah malam tak
tertunaikan. Jadinya shubuh ini tilawah itu disegerakan, takut malah menumpuk
jadi hutang-hutang. Lima lembar, harusnya shubuh
ini lima lembar.
Tapi malah terbaca dua lembar.
Waktu biologis jam 03.08 tadi menyalahi aturan. Harusnya
jam sekarang. Jadinya tilawah dua lembar. Yang kemarin ada di lambung sudah
berkoar-koar mendekati tempat keluar. Jadinya ma’tsurat cepet-cepat harus
kelar. Sisanya membuang ’air besar’.
05.30
Nyetrika setelan-setelan.
Hari ini ada janji dengan guru. Balik ke sekolah
harus tampak berkesan. Image building
zaman sinting bukan lagi bualan-bualan, melainkan kebutuhan. [so,...].
06.00
Selesai mandi. Sudah dipastikan tampak trendi.[-0-]
Sedari tadi, inget nasi. Tapi kepikiran materi, jadinya imajinasi tentang
nasi cepat bisa basi.
07.45
Materi, apik sudah. Adik-adik, aku bergairah. Akan
kulumat resah-resah. Jangan lagi berbantah-bantah.
09.00
SMA.
Akhirnya SMA. Waktu. Lagi-lagi waktu. Lagi-lagi
mesti nunggu. Padahal aku sudah tepat waktu.
Waktu, Tak kan kubiarkan kau menjerembabkan aku.
Waktu,.. kau ada di genggamanku.
10.00
Aku masih ingat nasi. Tapi harus kasih motivasi. Jadinya angan itu basi lagi.
12.00
Selesai kasih motivasi. Kuharap sedikit ayat-ayat
bisa membebat takut-takut dan gagap.
Ada guru bawa kue coklat-coklat. Mata ini sudah
lihat lekat-lekat. Ingin coba santap. Karena perut sejak tadi sudah mengeciap.
Tapi ternyata tak sempat, ini sudah jam 12 lewat. Mendung sudah memenuhi langit
rapat-rapat.
13.30
Bibir kering sudah. Kerongkongan akrab sudah
dengan ludah-ludah.
Bis yang ditunggu
lama tiba. Begitu ada, malah serasa ada histeria massa.
Di dalam bus berjejal-jejal seperti pindang. Ingat
pindang jadi ingat nasi. Tapi diantara jejalan begini yang mendominasi malah
mawas diri. Nasi jadi tak ingat lagi.
Pokoknya sampai nangor nanti harus ketemu nasi.
14.20
Tapi nyatanya sampai nangor harus tahan makan
nasi. Sangat resah ibadah belum ditunai.
Dzuhur selesai segera meluncur cari nasi. Dapat
nasi, hamdulillah akhirnya..
Kueenyang.
15.10
Adzan terdengar tipis antara gerimis. Nasi masih mengganjal, menambat kaki di
kosan sepi. Serasa sulit
berdiri.
Tadinya mau shalat mandiri. Tapi ingat janji diri.
Tak boleh kalah gara-gara nasi. Akhirnya terabas gerimis dan jalan sepi. Tuju
masjid menyahut seruan Ilahi.
Shalat usai.
Gerimis sudah tak ada, yang ada bapak ibunya, si
hujan besar. Terpaksa terabas hujan.
Tapi hati senang :)
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
13
rabi’ul awal 1431 H
[maaf jika buat tak mengerti. Karena memang
ditulis sesuka hati dalam keadaan sudah kenyang nasi.]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar