Tentang 3 Bidadari





Dua tahun awal belajar mengaktifkan diri di kampus ternyata berakibat kelelahan dan kejemuan yang obatnya setelah coba dicari-cari ternyata tak bisa berwujud shalat, tilawah, sedekah dan ibadah lainnya. Bukan ibadah tidak penting. Tapi tiap penyakit pasti obatnya juga spesifik. Penyakit ini menuntut obat yang belum sama sekali terlintas di pikiran.

Kemudian terasalah ternyata wanita-wanita yang dikenal jadi nampak lebih cantik daripada biasanya. Muncullah pula lintasan hati untuk ’memiliki’ salah satunya. Istri? Oops!!..., astaghfirullah. Maaf, maaf. Rasanya aku jadi ingin meminta maaf pada diri sendiri jika lintasan demikian berulang kembali. Pada diri sendiri juga rasanya nasihat kesabaran dan keikhlasan dalam berjuang ingin kuutarakan berulang-ulang. Aku masih cukup waras untuk berkaca pada realitas. Bahwa jangankan berangan memiliki pendamping, memimpikan hal-hal yang menyebabkan hukum pernikahan beralih dari mubah menjadi wajib saja rasanya masih cukup susah.

            Tapi resah manusia akan sulit berakhir jika tak bertemu jawab. Lalu beralih pandang pikiran pada rumah. Di sanalah surga yang menenangkan. Baitii jannatii. Disana ada wanita yang dibawah telapak kakinya ada tempat impian semua orang, Ibu dan surga di kakinya yang melegenda. Tapi yang kubutuhkan adalah seseorang yang bisa mengerti bahwa saat aku pulang kemalaman, sebetulnya itu bukan habis berhura-hura. Yang mengerti bahwa saat aku beserta kawan-kawan perjuangan melawang ke kampung dan jalan-jalan, kami bukan hendak tawuran, yang mengerti saat aku bilang akan bekerja tapi tak akan mendapat uang, dan mengerti-mengerti lainnya. Tapi Ibu masih sulit memahami itu, bahwasanya da’wah, akan sering berdampingan dengan hal-hal yang sangat membutuhkan pemakluman seperti apa yang kusebutkan itu.
        
    Berujunglah resah pada do’a. Aku minta pada Rabb Semesta, agar Ia perkenankan kepahaman pada dua atau salah satu dari dua wanita: Ibu atau Adikku. Tapi aku sangat berharap kepahaman itu hadir di hati Ibu, bukan adik. Adik. Anak tomboy dan galak itu mungkin akan susah mengerti hal-hal seperti ini.
           
Waktu berlalu, titah Allah telah tercatat sebagai takdir yang garisnya sulit diterka akal manusia. Suatu hari, dengan sedikit haru aku kirim SMS pada seorang kawan:

-       - Asslm... Kabar Bahagia!!, hamdulillah adik Roni sudah mau pakai jilbab..^^ - -

Itu mungkin satu momen paling berharga dalam hidupku. Bahwasanya dalam beberapa waktu ke depan, akan ada orang yang mengerti untuk apa aku pergi malam-malam dan pulang larut, untuk apa aku terlibat partai politik, untuk apa setiap usaha tanpa uang itu, dan setidaknya akan ada yang membantu meredam was-was Ibu yang mengira anaknya ini mulai menampakkan karakter-karakter teroris yang sering diberitakan di televisi, heheHe, na’udzubillahMah ah..

            Berjilbabnya adik bagiku berarti terkabulnya do’a lama yang kerap terulang kala kerinduan pada sang ’penyangga’ itu terasa juga. Dan seiring jalan hamdulillah Ibu saat ini mulai mengerti setiap aktivitas da’wah yang kujalani. Hamdulillah..., setidaknya inilah dua bidadari yang akan menguatkan langkah beberapa waktu ke depan. Bidadari yang menentramkan manakala ada persoalan yang jawabnya adalah kedamaian jiwa seorang wanita dan kehalusan perasaannya.

            Sekarang aku lebih semangat. Merasa lebih ceria setiap berhadapan dengan lika-liku persoalan. Dan kini kawan-kawan, aku ingin meminta tolong. Boleh kan? Pastinya donk ya... d o a i n supaya aku bisa segera meraih mimpi, menjadikan hukum nikah berpindah status dari makruh jadi wajib dengan memiliki ma’isyah (penghasilan) dan kematangan individual lain. Karena aku..., masih punya harapan untuk sang Bidadari yang ketiga. ^^





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Post

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...