Jam
03.00. Aku sudah terbangun.
Aku
mendengar suara alarm aktif persis di kamar bawah. Berulang kali berdering.
Keras!!. Tanda si pemilik alarm sangat berniat bangun malam, namun mungkin
fisiknya kelelahan, sebab ia tak kunjung bangun. Juga aku mendengar suara riuh
lain, “Goooll….gooOOLL!!!!” berulang kali juga, diselingi kadang sedikit rona
suara kecewa dan gemas.
Jam 04.30, adzan. Alarm dibawah
tetap berderibg Ria. Aku telah siap dan segera meluncur ke surau. Dan para GiBol
(baca: pengGIla BOLa) tetap riuh menyaingi riuh adzan yang bersahutan di
seputaran Sayang—Jatinangor.
Aku melewati sebuah rumah sewaan,
didalamnya riuh juga. Suara ketukan sampai gebrakan
pintu. Tanda ada yang sabar, ada yang kesal
membangunkan kawannya untuk menunaikan shalat.
Aku
sampai di Surau. Adzan belum usai. Ada tiga orang di dalam, yang satu seorang
tua sedang adzan, yang satu seorang pemuda tampang senior sedang membersihkan
sejadah, lainnya seorang pemuda tampang junior sedang berdiri menyender tembok
sambil komat-kamit membaca sesuatu.
Adzan
usai. Qabliyah ditunaikan. Sebelum mulai Qabla, si pemuda tampang senior
mengambil mushafnya (baca: Qur’an) seperti menghafal-hafal atau mengingat-ingat
beberapa ayat, lalu baru shalat. Dua orang pemuda lagi masuk surau. Yang satu
ketua Lembaga Perwakilan mahasiswa, satu lagi ketua Rohis. Lalu masuk lagi
beberapa pemuda lain, yang satu ketua organisasi anu, yang satu petinggi di
organisasi anu, yang lain staf lembaga anu, yang lainnya lagi ketua anu, bla
bla bla…, tapi mereka sudah terlambat untuk mengambil Qabla, karena pak Tua
tadi sudah memegang mic untuk iqamah.
Subuh
ditunaikan.
Kalau
diperhatikan, lucu juga menilik satu-satu orang-orang ini.
Ada
yang rambutnya basah tanda baru saja berwudhu sebelum ke surau. Ada yang
kering, tanda subuh ini mungkin adalah rakaat ketigabelas, kesembilan, atau
kesekian dari shalat yang ditunaikannya
mulai hari ini. Ada yang memakai sarung+koko putih+minyak wangi sesuai sunnah.
Ada yang memakai celana training dengan atasan kemeja (buru-buru pak? He”), ada yang pakai kaos+sarung, sweater+sarung,
jaket+celana bahan seperti aku. Ada yang pake gamis, ada yang celananya
dilinting tinggi-tinggi (itsbal bahasa arabnya), macem-macem lah. Ada yang
wajahnya teduuh, ayem. Ada yang masih ngucek-ngucek belek (haduuuh…),
Tapi
bagaimanapun mereka, tetap pada intinya mereka punya ketaatan yang terpelihara.
Rasulullah pernah menyampaikan bahwa satu dari 7 golongan yang dinaungi Allah
di hari akhir melainkan disaat itu hanya ada naunganNya adalah pemuda-pemuda
yang senantiasa menautkan hatinya pada masjid. Bukankah mereka telah berlaku
demikian? Maka (menurut saya pribadi nih,.) beruntung wanita yang mendapat lelaki
seperti mereka.
Mereka
mungkin tak populer tapi bisa jadi para malaikat ramai-ramai senantiasa
membicarakan mereka di langit sana. Mereka boleh jadi tidak tampan, tapi wajah
mereka insyaAllah akan bersinar di hari kebangkitan nanti, sehingga Rasulullah
akan dengan mudah mengatakan bahwa mereka (yang wajahnya bersinar karena wudhu itu)
adalah ummatku. Tidak banggakah jika Rasulullah berkata demikian?. Mereka boleh
tidak kaya, tapi brankas pahala mereka telah terjejali penuh.
Orientasi
kita harus diperbaiki. Untuk mencapai prestise dan prestasi duniawi haruslah
dibarengi kualitas ukhrawi yang mumpuni. Rasulullah saw dan para sahabatnya
adalah prototype nyata yang di garis sejarah telah tercatat sebagai
orang-orang yang di malam hari sangat khusyu bagai meditasi seorang rahib dan
siang hari sangat gahar melebihi para ksatria romawi. Mereka adalah
entrepreneur sejati, ulama, serta pemimpin yang dapat dipercaya.
Mereka
manusia. Kita pun sama. Mereka bisa, kita pun pasti bisa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar