Warisan Ustman

Pernahkah terbersit?

Bila benar islam itu sesuai dengan segala makna yang dimilikinya adalah pembawa kedamaian, mengapa ada 'damai yang hilang' di negeri para muslim ini?

Mana kesejahteraan?
Mana keadilan?
Dimana mereka yang berpunya dan dimana mereka yang miskin papa?

Semuanya berjarak, kian senggang dan buram.

---
Gedung Pakuan, Herritage yang jadi Kediaman Dinas Gubernur Jawa Barat Generasi ke Generasi

"Pakuan ini gedung herritage yang usianya nyaris 150 tahun", begitu ia biasa mengawali prakata pada tamu-tamu. "Namun meski sudah sangat tua, hadirin bisa melihat sendiri. Bangunan ini masih kokoh dan cantik. Buah karya arsitektur sang kolonial. Maka sampai saat kini, kita bangsa yang mereka jajah, suka menyayangkan bila salah satu bangunan bersejarah yang moyang mereka buat diruntuhkan atau dipugar hingga bentuk aslinya tak terlihat. Bahkan, bangsa belanda sendiri sampai saat ini masih sering tandang ke Bandung. Salah satu tujuan mereka adalah bernostalgia denga kecakapan para pendahulunya dalam seni arsitek."

Jika sudah begitu, sang tuan rumah Gedung Pakuan pun akan
mulai menyisipkan pesannya dalam prakata ini. "Mereka orang-orang Belanda. Penjajah bangsa ini dahulu. Karya mereka besar. Mereka bukan haji, mereka tak baca syahadat."

"Tapi coba lihat sekarang. Bangunan-bangunan yang bangsa kita sendiri buat. Mereka orang-orang islam, sudah haji lima kali, malah tiap untung proyek umroh. Tapi coba lihat karyanya. 10-20 tahun roboh! Tak jarang, peresmian dan serah terima kunci baru dilakukan, bangunannya malah sudah retak-retak."

Bila sudah sampai disini, yang hadir biasanya mulai merengut dan manggut-manggut.

"Ada yang hilang disini. K E J U J U R A N. Itulah dia yang tak menyatu lagi dengan karakter kita."
"Hadirin sekalian yang dimuliakan Allah, sesungguhnya kebenaran berpihak pada orang-orang yang Jujur. Meski penjajah dan bukan seorang muslim, jika mereka menerapkan kejujuran pada karyanya, maka hasilnya akan menyejarah, bisa kita nikmati hingga sekarang. Namun sekalipun yang bekerja adalah seorang muslim, bila tak jujur apa haknya untuk dinaungi rahmah dan kebarakahan Allah? Maka wajar, jika culas, curang, korupsi, buah karyanya juga akan tak berarti."

Itulah sepenggal hikmah yang selalu sang tuan rumah Gedung Pakuan -rumah dinas Gubernur Jawa Barat- selalu ceritakan. Berulang disampaikannya pada tamu dari beragam kalangan. Kyai, Mahasiswa, Buruh, Petani, Organisasi Pemuda, Seniman, Budayawan, juga para pejabat. Ia -seperti yang juga sering disampaikannya- berkeinginan besar untuk menanamkan pola pikir seperti ini pada sebanyak mungkin orang.

Setelah mengisahkan itu, biasanya ia akan beralih pada cerita lain yang implementatif. Contohnya yang satu ini. "Apa sih yang mengahmbat pembangunan yang kita lakukan? Semuanya sama kok. Penghambatnya biasanya cuma tiga: Kesatu DANA, Kedua BIAYA, Ketiga ANGGARAN. Sudah, biasanya kan cuma itu keluhannya" selorohnya diikuti tawa hadirin.

"Semua mengeluhkan hal yang sama. Kabupaten/Kota kekurangan dana untuk program-programnya. Sampai pada aparat tingkat ranting punya problem serupa. Dan asalkan hadirin sekalian ketahui, APBN pun demikian. Tarik ulur untuk banyak kepentingan. Sama dengan APBD. Nah lantas mungkin terbersit pertanyaan, darimana dana besar untuk pembangunan puluhan ribu RKB di Jabar sedangkan di tingkat pusat saja hanya dianggarkan 3000 unit per tahun untuk seluruh Indonesia? Darimana Jabar punya kas untuk mendirikan ratusan Puskesmas PONED. Dalam 2 tahun dibangun lebih dari 200 unit sedang di pemerintahan sebelumnya selama 10 tahun hanya ada 100 unit? Lalu darimana Biaya Operasional Pendidikan provinsi utnuk 7,6 juta siswa SD SMP dan yang setingkatnya?"

"Jawabannya ada pada KEMAUAN saudara sekalian. KESUNGGUHAN, KERJA KERAS, KEPEMIMPINAN dan FOKUS! Jangan lupa jalankan semuanya diatas rel ketakwaan."

"Tahukah hadirin sekalian, berapa M dana yang berhasil ditekan Jabar tiap tahunnya?"
"Dari menghemat biaya rapat, kita bisa menghemat nyaris 70M. Bila dulu rapat sering dilakukan di hotel dengan anggaran yang wah, kini per rapat, tiap orang hanya dibekali 50000 rupiah."
"Kini, Jabar sebagai provinsi yang pertama menerapkan e-procurement bisa menghemat nyaris 350 M/tahun."
"Nah, dari penghematan semacam itu dan banyak penghematan lainnyalah Jabar bisa mengalokasikan dana besar pada program-program unggulannya. Disinilah pran penting Kejujuran, Kemauan, Kerja Keras dan Fokus! Sebab semuanya bisa direalisir bukan tanpa pantangan."

"Itulah manfaat dari menjadi seorang Pejabat Publik. Bisa menebar manfaat begitu banyak, dan pintu surga bisa kian terbuka. Jika bukan karena kedua hal itu, mana mau saya diusung jadi Gubernur?"

"Hadirin sekalian, ada satu kalimat sakral yang sampai saat ini menjadi pedoman saya bersikeras mempertahankan semua idealisme itu. Kalimat ini, adalah yang pernah disampaikan Ustman bin Affan dalam pidato pertamanya saat diangkat menjadi Khalifah."

|"Innallaaha laa yazza'u bis sulthaan, maa laa yazza'u bil qur'an"|
 "Sesungguhnya Allah akan menyelesaikan dengan kekuatan, apa-apa yang tidak selesai dengan Al Qur'an tanpa kekuasaan."

"Maknanya, ada kesempatan lebih untuk menyelesaikan beragam persoalan ketika kita menduduki posisi vital di pemerintahan. Jujur saya bingung dan galau ketika pertama kali mendapat amanah sebagai gubernur. Namun kalimat itu jujur sangat menginspirasi dan menguatkan. Seperti apa yang disampaikan Ustman, saya yakin dengan posisi ini saya bisa melakukan banyak hal dan terobosan untuk kepentingan bagi sebanyak-banyaknya orang. Khairunnaas 'anfa'uhum lin naas."

1 komentar:

  1. subhanalloh, sangat inspiratif...semoga Alloh SWT memberikan kemudahan untuk memberikan kesempatan beliau memimpin Jabar untuk periode 5 tahun kedepan, semoga semakin membawa perubahan dan perubahan yang lebih besar untuk rakyat jabar dan indonesia umummya...ayo teman2 sampaikan kebaikan ini ke orang lain semoga membawa kebaikan untuk kita semua, amiin

    BalasHapus

Related Post

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...